Ketika
Seorang Guru Terjangkit Virus “Malas”, Mencari Solusi yang Tepat
sebagai “Vaksinasi”
Oleh:
Indra Wijaya Kusuma, S.Pd.
Guru SMPN 1 Pemenang
Salah satu proses pembelajaran yang harus
dikembangkan oleh guru dalam kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), adalah mengoptimalkan kreativitas siswa.
Tentu saja dalam hal ini, peran serta guru secara maksimal sangatlah sentral,
sehingga apa yang menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran dapat tercapai.
Pengertian sentral disini adalah tercapai atau tidaknya tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut tergantung pada guru . Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar harus mampu mengelola kelas dengan baik, menguasai siswa, serta harus menguasai materi dan metode pembelajaran yang akan diterapakan. Oleh sebab itu, seorang guru haruslah profesional.
Pengertian sentral disini adalah tercapai atau tidaknya tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut tergantung pada guru . Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar harus mampu mengelola kelas dengan baik, menguasai siswa, serta harus menguasai materi dan metode pembelajaran yang akan diterapakan. Oleh sebab itu, seorang guru haruslah profesional.
Guru
yang profesional akan menentukan mutu pendidikan. Keprofesionalan seorang guru
memang sangat dibutuhkan untuk membentuk
generasi yang tangguh dan mampu
bersaing. Sehingga mereka dapat memberikan sumbangsi baik itu berupa tenaga
maupun pikiran terhadap bengsa ini.
Pada
kenyataannya, eksposisi di atas sangatlah bertolak belakang dengan realitas
yang ada. Profil ideal seorang guru yang profesional sangat jarang ditemukan.
Hal ini disebabkan karena banyak dari para pencetak generasi bangsa (guru)
telah terjangkit virus “malas”.
Berdasarkan
pernyataan yang mencengangkan di atas, terbesit pertanyaan pada diri penulis, yaitu “mampukah
seorang guru mengoptimalkan kreativitas siswa jika terjangkit virus ‘malas’?”;
“mampukah seorang guru yang terjangkit virus ‘malas’ memperbaiki mutu
pendidikan di negeri ini?”. Pertanyaan ini mungkin sedikit menggelitik pembaca,
atau mungkin sebagian dari pembaca menganggap pertanyaan ini sebuah lelucon semata
sehingga dipandang sebelah mata. Apapun respon dari pembaca, penulis sedikitpun
tidak gentar ingin mengungkap realitas yang terjadi dalam dunia
pendidikan,yaitu virus “malas” yang melanda seorang guru. Jika hal ini terus
dibiarkan tidak menutupkemungkinan output-output yang dihasilakan dalam hal ini
adalah siswa akan tertular virus ini juga. Sehingga, angan menggapai mutu
pendidikan yang tinggi bak bintang di langit gelap, yang hanya bisa dipandang
tapi tak bisa disentuh. Dengan demikian, pendidikan hanyalah berupa sandiwara
antara guru dan siswa semata.
Pada
tulisan ini sebagai pemikiran awal, penulis ingin mengubah paradigma yang sudah
lama berakar, bahwa “virus malas” tidak
berpengaruh terhadap mutu pendidikan, sehingga dipandang sebelah mata. Selain
itu penulis akan mencoba menguraikan faktor apa saja yang menyebabkan guru
terjangkit virus “malas” dan memcoba memberikan sebuah alternatif solusi yang
tepat untuk permasalahan tersebut.
Virus “Malas” Jangkiti Guru, Masihkah Dipandang Sebelah Mata?
Sebagai
langakah awal perhatikan pernyataan Kementrian Pendidikan Nasioanal
(Kemendiknas) berikut yang menyatakan
bahwa sekitar 500 ribu guru terjangkit virus “malas”. Jumlah ini
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik di kota besar maupun kecil (Indo
Pos dalam artikel Yusman, 2010)
Temuan Kemendiknas tersebut sungguh
mencengangkan. Bagaimana tidak, dapat dibayangakan apa jadinya negeri ini jika
para pendidik yang mencetak generasi bangsa terjangkit virus “malas”, tentu
saja hal ini akan berimbas pada hilangnya rasa tanggung jawab dari guru yang
bersangkutan, sehingga lambat laun akan membuat guru tersebut mengabaikan
kewajibanya sebagai pengajar dan pendidik. Sehubungan dengan hal ini ternyata
imbas yang ditimbulakan dari virus “malas” seorang guru tidak hanya pada guru itu sendiri,
tetapi juga pada siswa, sebab seorang pengajar-pendidik yang malas tentu saja
akan menghasilkan generasi yang malas pula seperti yang telah dipaparkan di
atas. Hal ini tentu saja akan berdampak
pada penurunan Sumber Daya Manusia (SDM). Ingat kemajuan bangsa terletak pada sumber
daya manusianya. Dan untuk meningkatkan SDM dubutuhkan mutu pendidikan yang
berkualitas, kualiatas ini dapat dicapai dengan adanya—bukan guru
malas—guru-guru yang profesional. Jadi
masihkah kita memandang sebelah mata tentang hal ini?
Faktor Klasik sebagai Alasan Seorang
Guru yang Terjangkit Virus “Malas” sehingga Malas Mengajar
Pasti ada dari para pembaca yang bertanya “apa
penyebeb pasti guru malas mengajar?”. Nah, dalam menjawab pertanyaan tersebut
dibutuhkan penelitian lanjutan yang mendalam. Akan tetapi, pembaca tidak perlu
khawatir karena penulis dalam tulisan ini akan memaparkan dugaan sementara
(hipotesis) dibalik terjangkitnya virus “malas” seorang guru, yaitu : a)
rendahnya penguasaan materi; b) tidak menguasai metode pembelajaran; c)pengaruh
lingkungan; d) faktor keluarga; dan e) memiliki usaha sampingan yang
menjanjikan secara finansial. Untuk lebih memahami pembaca, berikut akan
dipaparkan satu persatu.
a)
Rendahnya Penguasaan Materi Pembelajaran
Guru
yang kurang menguasai materi pembelajaran biasanya tidak dapat mengelola kelas
dengan baik. Hal ini disebabkan karena guru tidak dapat menentukan urutan
kegiatan pembelajaran. Dan urutan kegiatan pembelajaran tersebut harus sesuai
dengan hirarki konsep materi pembelajaran. Jadi dengan bahasa yang sederhana
dapat dikatakan guru yang terjangkit virus “malas” dalam mengajar dikarenakan tidak
dapat mengelola kelas dengan baik, sebab penguasaan materi pembelajaran yang
menjadi syarat utama dalam menentukan urutan kegiatan pembelajaran tidak
dikuasai pula.
b)
Tidak Menguasai Metode Pembelajaran
Salah satu faktor
penyebab terjangkitnya virus “malas” guru dalam mengajar, yaitu tidak menguasai
metode pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Joyce, Weil, dan Showers (dalam
Wahyudi, 2010:37-38) bahwa metode pembelajaran merupakan sarana komunikasi yang
penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dan untuk menggambarkan
keterlibatan guru dan siswa dalam berinteraksi di kelas. Dengan pernyataan
tersebut dapat dibayangkan jika seorang guru tidak menguasai metode
pembelajaran, suasana kelas akan menjadi membosankan; siswa menjadi jenuh; dan
kejenuhan siswa tersebut akan menurunkan semangat guru dalam mengajar, sehingga
lambat laun guru yang bersangkutan akan menjadi malas.
c)
Pengaruh Lingkungan
Tidak dipungkiri
lingkungan sekitar juga dapat menjadi faktor penyebab terjangkitnya virus
“malas” seorang guru dalam mengajar.
Seorang guru muda baru lulus dan memiliki semangat mengajar yang tinggi secara
tidak sadar dapat menjadi guru pemalas apabila berada pada sekolah yang tidak
disiplin. Masuk atau tidak masuk kelas tidak pernah dipermasalahkan. Berada di lingkungan
yang demikian akan membuat seorang guru idealis menjadi guru pemalas.
d)
Faktor Keluarga
Alasan keluarga tidak
jarang digunakan guru sebagai alasan agar tidak masuk kelas untuk mengajar.
Contoh sederhana, anak si guru yang sakit secara tiba-tiba, sementara si guru
tidak punya siapa-siapa untuk membawa si anak ke rumah sakit. Tentu saja hal
yang demikian akan membuat guru lebih memilih si anak daripada memenuhi
kewajibanya sebagai pengajar dan pendidik.
e)
Memiliki Usaha lain yang Menjanjikan
Secara Finansial
Dengan adanya usaha sampingan ini
membuat guru kehilangan fokus terhadap profesi utamanya sebagai pengajar.
Mengajar hanya dijadikan pekerjaan sampingan, sementara bisnis atau usahanyalah
yang diutamakan.
Mencari Solusi yang
Tepat sebagai “Vaksinasi”
1.
Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Pengusaan
Materi dan Metode Pembelajaran
Semua guru harus terus meng-update pengetahuannya agar tidak
ketinggalan zaman (out of date). Metode dan teknik pengajaran terbaru harus
dikuasai oleh guru. Ini untuk mengantisipasi berubahnya pola belajar siswa
sekarang yang pastinya sangat jauh berbeda dengan ketika guru masih menjadi
siswa. Selain itu, penguasaan kompetensi materi pelajaran dan metode pengajaran
juga harus diikuti dengan penguasaan teknologi informasi, mengapa?, karena kemudahan
yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi informasi niscaya akan membuat guru
betah mengajar dan siswa rajin belajar.
2.
Perlunya
Penyegaran
Guru yang mengajar hanya disatu
sekolah sepanjang karir mengajarnya memiliki kecenderungan untuk menjadi guru
yang malas mengajar. Rutinitas yang sama selama bertahun-tahun dan monoton
membuat guru tersebut kehilangan kreatifitas dan inovasi dalam mengajar.
Pengaruhnya akan terasa dalam proses belajar mengajar di kelas yang menjadi
semakin hambar dari hari ke hari. Dengan demikian, diperlukan penyegaran dengan
program mutasi guru. Apabila seorang guru sudah mengajar selama bertahun-tahun,
sudah waktunya bagi guru tersebut datang ke sekolah baru untuk menyambut
tantangan baru dengan semangat baru. Di sekolah baru guru tersebut akan
memiliki pengalaman baru dan teman sejawat baru.
3.
Tindak Tegas
Guru Pemalas
Tentu saja
pada solusi yang ketiga ini yang lebih berwewenang adalah kepala sekolah.
Ketegasan sikap kepala sekolah terhadap guru yang terjangkit virus “malas”
sangat diperlukan, baik itu berupa teguran lisan maupun tulisan. Sikap tegas
ini akan memberikan semacam "vaksinasi "sehingga diharapkan virus “malas”
tersebut lambat laun akan hilang dari seorang guru.
Akhirnya,
semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Tidak ada sedikitpun niatan
penulis untuk menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, tulisan ini hadir
karena keinginan penulis untuk mengubah mutu pendidikan di negeri ini ke arah yang
lebih baik.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus