Rabu, 14 Maret 2012

GURU MALAS

Ketika Seorang Guru Terjangkit Virus “Malas”, Mencari Solusi yang Tepat sebagai “Vaksinasi”
Oleh: Indra Wijaya Kusuma, S.Pd.
Guru SMPN 1 Pemenang

Salah satu proses pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru dalam kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), adalah mengoptimalkan kreativitas siswa. Tentu saja dalam hal ini, peran serta guru secara maksimal sangatlah sentral, sehingga apa yang menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran dapat tercapai. 


 Pengertian sentral disini adalah tercapai  atau tidaknya tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut tergantung pada guru . Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar harus mampu mengelola kelas dengan baik, menguasai siswa, serta harus menguasai materi dan metode pembelajaran yang akan diterapakan. Oleh sebab itu, seorang guru haruslah profesional.

 Guru yang profesional akan menentukan mutu pendidikan. Keprofesionalan seorang guru memang  sangat dibutuhkan untuk membentuk generasi yang tangguh dan  mampu bersaing. Sehingga mereka dapat memberikan sumbangsi baik itu berupa tenaga maupun pikiran terhadap bengsa ini.

 Pada kenyataannya, eksposisi di atas sangatlah bertolak belakang dengan realitas yang ada. Profil ideal seorang guru yang profesional sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena banyak dari para pencetak generasi bangsa (guru) telah terjangkit virus “malas”.

 Berdasarkan pernyataan yang mencengangkan di atas, terbesit  pertanyaan pada diri penulis, yaitu “mampukah seorang guru mengoptimalkan kreativitas siswa jika terjangkit virus ‘malas’?”; “mampukah seorang guru yang terjangkit virus ‘malas’ memperbaiki mutu pendidikan di negeri ini?”. Pertanyaan ini mungkin sedikit menggelitik pembaca, atau mungkin sebagian dari pembaca menganggap pertanyaan ini sebuah lelucon semata sehingga dipandang sebelah mata. Apapun respon dari pembaca, penulis sedikitpun tidak gentar ingin mengungkap realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan,yaitu virus “malas” yang melanda seorang guru. Jika hal ini terus dibiarkan tidak menutupkemungkinan output-output yang dihasilakan dalam hal ini adalah siswa akan tertular virus ini juga. Sehingga, angan menggapai mutu pendidikan yang tinggi bak bintang di langit gelap, yang hanya bisa dipandang tapi tak bisa disentuh. Dengan demikian, pendidikan hanyalah berupa sandiwara antara guru dan siswa semata.

Pada tulisan ini sebagai pemikiran awal, penulis ingin mengubah paradigma yang sudah lama berakar,  bahwa “virus malas” tidak berpengaruh terhadap mutu pendidikan, sehingga dipandang sebelah mata. Selain itu penulis akan mencoba menguraikan faktor apa saja yang menyebabkan guru terjangkit virus “malas” dan memcoba memberikan sebuah alternatif solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut.

Virus “Malas” Jangkiti Guru, Masihkah Dipandang Sebelah Mata?
Sebagai langakah awal perhatikan pernyataan Kementrian Pendidikan Nasioanal (Kemendiknas) berikut yang menyatakan  bahwa sekitar 500 ribu guru terjangkit virus “malas”. Jumlah ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik di kota besar maupun kecil (Indo Pos dalam artikel Yusman, 2010)


Temuan Kemendiknas tersebut sungguh mencengangkan. Bagaimana tidak, dapat dibayangakan apa jadinya negeri ini jika para pendidik yang mencetak generasi bangsa terjangkit virus “malas”, tentu saja hal ini akan berimbas pada hilangnya rasa tanggung jawab dari guru yang bersangkutan, sehingga lambat laun akan membuat guru tersebut mengabaikan kewajibanya sebagai pengajar dan pendidik. Sehubungan dengan hal ini ternyata imbas yang ditimbulakan dari virus “malas”  seorang guru tidak hanya pada guru itu sendiri, tetapi juga pada siswa, sebab seorang pengajar-pendidik yang malas tentu saja akan menghasilkan generasi yang malas pula seperti yang telah dipaparkan di atas. Hal ini tentu saja akan  berdampak pada penurunan Sumber Daya Manusia (SDM). Ingat kemajuan bangsa terletak pada sumber daya manusianya. Dan untuk meningkatkan SDM dubutuhkan mutu pendidikan yang berkualitas, kualiatas ini dapat dicapai dengan adanya—bukan guru malas—guru-guru  yang profesional. Jadi masihkah kita memandang sebelah mata tentang hal ini?


Faktor Klasik sebagai Alasan Seorang Guru yang Terjangkit Virus “Malas” sehingga Malas Mengajar
Pasti ada dari para pembaca yang bertanya “apa penyebeb pasti guru malas mengajar?”. Nah, dalam menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan penelitian lanjutan yang mendalam. Akan tetapi, pembaca tidak perlu khawatir karena penulis dalam tulisan ini akan memaparkan dugaan sementara (hipotesis) dibalik terjangkitnya virus “malas” seorang guru, yaitu : a) rendahnya penguasaan materi; b) tidak menguasai metode pembelajaran; c)pengaruh lingkungan; d) faktor keluarga; dan e) memiliki usaha sampingan yang menjanjikan secara finansial. Untuk lebih memahami pembaca, berikut akan dipaparkan satu persatu.
a)            Rendahnya Penguasaan Materi Pembelajaran
Guru yang kurang menguasai materi pembelajaran biasanya tidak dapat mengelola kelas dengan baik. Hal ini disebabkan karena guru tidak dapat menentukan urutan kegiatan pembelajaran. Dan urutan kegiatan pembelajaran tersebut harus sesuai dengan hirarki konsep materi pembelajaran. Jadi dengan bahasa yang sederhana dapat dikatakan guru yang terjangkit virus “malas” dalam mengajar dikarenakan tidak dapat mengelola kelas dengan baik, sebab penguasaan materi pembelajaran yang menjadi syarat utama dalam menentukan urutan kegiatan pembelajaran tidak dikuasai pula.

b)            Tidak Menguasai Metode Pembelajaran
Salah satu faktor penyebab terjangkitnya virus “malas” guru dalam mengajar, yaitu tidak menguasai metode pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Joyce, Weil, dan Showers (dalam Wahyudi, 2010:37-38) bahwa metode pembelajaran merupakan sarana komunikasi yang penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dan untuk menggambarkan keterlibatan guru dan siswa dalam berinteraksi di kelas. Dengan pernyataan tersebut dapat dibayangkan jika seorang guru tidak menguasai metode pembelajaran, suasana kelas akan menjadi membosankan; siswa menjadi jenuh; dan kejenuhan siswa tersebut akan menurunkan semangat guru dalam mengajar, sehingga lambat laun guru yang bersangkutan akan menjadi malas.

c)            Pengaruh Lingkungan
Tidak dipungkiri lingkungan sekitar juga dapat menjadi faktor penyebab terjangkitnya virus “malas” seorang guru dalam  mengajar. Seorang guru muda baru lulus dan memiliki semangat mengajar yang tinggi secara tidak sadar dapat menjadi guru pemalas apabila berada pada sekolah yang tidak disiplin. Masuk atau tidak masuk kelas tidak pernah dipermasalahkan. Berada di lingkungan yang demikian akan membuat seorang guru idealis menjadi guru pemalas.

d)           Faktor Keluarga
Alasan keluarga tidak jarang digunakan guru sebagai alasan agar tidak masuk kelas untuk mengajar. Contoh sederhana, anak si guru yang sakit secara tiba-tiba, sementara si guru tidak punya siapa-siapa untuk membawa si anak ke rumah sakit. Tentu saja hal yang demikian akan membuat guru lebih memilih si anak daripada memenuhi kewajibanya sebagai pengajar dan pendidik.

e)            Memiliki Usaha lain yang Menjanjikan Secara Finansial
Dengan adanya usaha sampingan ini membuat guru kehilangan fokus terhadap profesi utamanya sebagai pengajar. Mengajar hanya dijadikan pekerjaan sampingan, sementara bisnis atau usahanyalah yang diutamakan.


Mencari Solusi yang Tepat sebagai “Vaksinasi”
1.        Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Pengusaan Materi dan Metode Pembelajaran
Semua guru harus terus meng-update pengetahuannya agar tidak ketinggalan zaman (out of date). Metode dan teknik pengajaran terbaru harus dikuasai oleh guru. Ini untuk mengantisipasi berubahnya pola belajar siswa sekarang yang pastinya sangat jauh berbeda dengan ketika guru masih menjadi siswa. Selain itu, penguasaan kompetensi materi pelajaran dan metode pengajaran juga harus diikuti dengan penguasaan teknologi informasi, mengapa?, karena kemudahan yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi informasi niscaya akan membuat guru betah mengajar dan siswa rajin belajar.

2.        Perlunya Penyegaran
Guru yang mengajar hanya disatu sekolah sepanjang karir mengajarnya memiliki kecenderungan untuk menjadi guru yang malas mengajar. Rutinitas yang sama selama bertahun-tahun dan monoton membuat guru tersebut kehilangan kreatifitas dan inovasi dalam mengajar. Pengaruhnya akan terasa dalam proses belajar mengajar di kelas yang menjadi semakin hambar dari hari ke hari. Dengan demikian, diperlukan penyegaran dengan program mutasi guru. Apabila seorang guru sudah mengajar selama bertahun-tahun, sudah waktunya bagi guru tersebut datang ke sekolah baru untuk menyambut tantangan baru dengan semangat baru. Di sekolah baru guru tersebut akan memiliki pengalaman baru dan teman sejawat baru.

3.        Tindak Tegas Guru Pemalas
Tentu saja pada solusi yang ketiga ini yang lebih berwewenang adalah kepala sekolah. Ketegasan sikap kepala sekolah terhadap guru yang terjangkit virus “malas” sangat diperlukan, baik itu berupa teguran lisan maupun tulisan. Sikap tegas ini akan memberikan semacam "vaksinasi "sehingga diharapkan virus “malas” tersebut lambat laun akan hilang dari seorang guru.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Tidak ada sedikitpun niatan penulis untuk menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, tulisan ini hadir karena keinginan penulis untuk mengubah mutu pendidikan di negeri ini ke arah yang lebih baik.










1 komentar: