Minggu, 16 Juni 2013

KRITIK SOSIAL MELALUI SASTRA



MANUSIA SATU RUPIAH DAN MANUSIA SATU TRILIUN
Monolog pertama:
“Selamat datang….selamat datang di dunia yang paling tenang dibanding dunia di luar sana. Mari silahkan duduk di tempat yang menurut anda paling nyaman. Jangan takut pada kami, karena kami sama dengan anda. Kami juga masih punya hati nurani. Karena kalau tidak punya, tak mungkin kami menawarkan tempat duduk untuk anda. Saya yakin pasti dalam hati anda semua bertanya-tanya dan berasumsi bahwa ini adalah settingan atau bagian dari skenario. Anda keliru. Karena kami sendiri tidak paham apa itu setting apalagi skenario. Kami hidup apa adanya. Tak ada akting Bagi kami, ketika akting terjadi maka dunia akan hancur. Topeng-topeng akan merebak dimana-mana, kepalsuan-kepalsuan akan menari mentertawai hidup. Dan saya yakin saat inipun anda-anda sekalian juga memakai topeng. Tapi kami, pantang bertopeng. Karena topeng membuat kami menjadi dua. Dulu, terlalu banyak topeng yang kami pakai. Tapi ternyata tidak ada satupun topeng yang melekat persis dan rapi di wajah kami. Saking seringnya kami berganti-ganti topeng, sampai akhirnya topeng-topeng itu melukai wajah asli kami. sehingga Kini kami sendiri lupa bagaimana wajah asli kami pada saat itu. Dan betapa sulitnya kami mencari-cari kembali kemana perginya wajah asli kami. Saya yakin, anda sendiri juga tidak tahu apakah sekarang anda berwajah asli atau sedang memakai topeng. Tapi saya yakin, ketika nanti saya tanya, anda tak mungkin menjawab jujur. Itulah manusia di luar sana. Ketidakjujuran beredar dimana-mana seperti virus. Tidak seperti kami disini, kami hanyalah gula yang membuat manis segala sesuatu, tapi kami tak tampak. Sebab jeleknya manusia hanya melihat yang tampak semata. Cukuplah kami sebagai gula yang dapat memaniskan dunia ini.”

Monolog kedua:
“Dunia manis kau katakan, tak semuanya manis bagi kami sebab kami manusia 1 rupiah. Bagaimana tidak kami katakan seperti ini, sebab dunia hanya memihak manusia 1 triliun saja. Kami teronta-ronta dalam tusukan belati mimpi yang kian menjauh dari genggaman harapan. Pudar terbawa angin, padahal angin itu tidak samasekali kencang. Pendidikan hanyalah salah satu tema klasik dalam perdebatan mimpi-mimpi kami.
(melihat pendidikan yang sedang duduk termenung)
“ Kau pendidikan?”
“ Ahhhh pasti bukan, karena aku tahu pendidikan hanya mau mendekati manusia 1 triliun, tidak seperti kami hanya manusia 1 rupiah.”
“Ha hahahahahaha tapi tenang, walaupun kami manusia 1 rupiah, tapi jiwa kami 1 triliun.
(memandangi pendidikan dengan tajam)
“ Lalu apa yang kau lakukan disisni wahai pendidikan?’
“ Apa kau ingin  menghujani kami dengan hinaan-hinaan?”
“ hahahahaha silahkan saja aku sudah tidak peduli sebab pendidikan hanya milik manusia 1 triliun saja.”
(tiba-tiba menangis)
“ Tapi kenapa harus begini, ini tidak adil bagi kami, kami juga manusia bukan binatang.”
“ Ragaku runyam, jiwaku mendebu hancur, dunia ini tidak adil bagi kami.”
“ Sorotan mata penuh benci selalu kami dapatkan, tendangan-tendangan kaki penuh hina selalu menapak di kepala kami.”
(suara lantang mata melotot)
“ Wahai para petinggi-petinggi negeri dengarkan celotehan kami.”
“ Angkat kami dari kubangan kenistaan dengan pendidikan.”
“ Rangkul kami dengan kasih sayang pendidikan.’
“ Belai kami dengan tangan pendidkan.”
“ Kami akan buktikan pada dunia bahwa kami manusia 1 rupiah pun bisa.”
(duduk sambil merunduk)

Monolog ketiga:
“ Cuih (semabil meludah)”
“ Dasar manusia bau, mau mendekati pendidikan tapi hanya punya 1 rupiah saja.”
“ Cuih (sambil meludah)”
“ Sadarlah kau wahai 1 rupuah, jangn bermimpi disiang bolong, kau mengeluh kesah pada petinggi negeri ini? Hahahahahahahahaha sampai mulutmu berbusa pun tidak akan didengarkan, sebab telingan mereka sudah tertutup oleh kepentingan pribadi mereka sendiri.”
“ Aku saja yang manusia 1 triliun masih kesulitan menemukan jalan hidupku, apalagi kau yang untuk makan saja masih mengemis pada dunia.hahahahhahahaha lucu sekali”
“ Tapi, jangan terus-terus terbenam dalam pilu manusia 1 rupiah, nanti tenaga kau habis memikirkan hal-hal yang semu.”
“hahahahahahha (terdiam) ya, kau benar pendidikan hanya milik kami manusia ber-uang, dunia kami jajah, fakta kami selimuti dengan kebohongan, kami menutup mata dengan sensaranya kau sebab kasta kita berbeda”
“ (terdiam menatap pendidikan-lalu memegang tangan pendidikan) ayo pendidikan ikut bersamaku agar kau tidak ternoda oleh aroma kemiskinan mereka.”

Monolog kedua berdiri dan memegang tangan pendidikan lalu adegan tarik menarikpun terjadi.

Monolog (pendidikan) keempat:
“(teriak) Stooooooooppppppp”
“Apakah kalian tidak bosan perang kalimat-kalimat hina?”
“ Aku bosan mendengar kalian, dari zaman manusia batu sampai modern ini, masih saja kalian perang, kapan kalian merdeka? kapan?
(mengelilingi manusia 1 rupiah dan 1 triliun)
“ Kenapa kau diam ( bertanya pada manusia 1 rupiah), dan mengapa kau sunyi? (bertanya pada manusia 1 triliun)
“ Kau, manusia 1 rupiah. Kau selaaaalu mengeluh dan mengkambinghitamkan dunia, kau katakan dunia tak adil bagimu. Aku jadi bingung apa benar dunia ini tak adil? Atau hanya alasan kau saja untuk menutupi kemalasanmu?
(melihat manusia 1 triliun)
“ Dan kau manusia 1 triliun. Selama ini kau selalu menuhankan hartamu, kau tidak pernah melihat kebawah pandanganmu selalu kau arahkan keatas sehingga kau lupa akan kulitmu.”
“ Kau anggap dengan harta dan tahta kau dapat menginjak semuanya? Kau anggap dengan harta dan tahta kau bisa memberi titah pada dunia ini? Hahahaha sungguh tidak wahai manusia 1 triliun.”
“ Ingat dunia ini selalu berputar, bisa jadi kau akan berubah menjadi manusia 1 rupiah bahkan ungkin nol rupiah hahahahhaa.”
“ Sudahlah aku capek dengan tingkah kalian, lebih baik aku pergi dari dunia ini agar kalian tak akan mendapakan aku lagi, (sedih) aku merasa bersalah pada bumi pertiwi, bagaimana tidak mereka yang mengaku berpendidikan malah moral mereka yang bobrok .”
“ Aku tak berhasil mendidik negeri ini.”
“ Aku tak berhasil mendidik bangsa ini”
“ Kemunafikan ada dimana-mana.”
“ Pendidikan tak mampu menghentikan kerakusan mereka mengejar duniawi.”
“ Jadi apa gunanya aku ada.”
(pergi meninggalkan panggung lalu manusia 1 rupiah dan 1 triliun melakukan gerakan yang seolah-olah tak mau pendidikan pergi.”
TAMAT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar